LAPORAN DANA WAKAF TUNAI

Laporan Wakaf Tunai Yang Masuk ke Yayasan Pesantren Islam Kaffah Rohmatan Lil 'Alamin Per Tanggal 22 September 2023 Sebesar Rp. 168.500.000,- (Seratus Enam Puluh Delapan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

Rabu, 04 Oktober 2023

Taujih Jum'at Mubarok Tentang Klaim Cinta kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya


Klaim Cinta kepada Allāh Subhānahu wa Ta'ālā dan Rasul-Nya.

Saudaraku yang kami cintai karena Allāh Subhanahu wa Ta'ala, dan semoga Allāh Subhānahu wa Ta'ala pun mencintai kalian...

"Apakah Anda mencintai Allāh dan Rasul-Nya ?"

Pasti Anda akan menjawab, "Ya, tentu. Sudah pasti saya mencintai Allah dan Rasul-Nya."
Ketahuilah Saudaraku...

Klaim jawaban "ya" dan "tidak" bukanlah klaim jawaban yang menentukan. Klaim itu membutuhkan pembuktian. Dan salah satu pembuktian, benar atau tidaknya klaim kita mencintai Allah dan Rasul-Nya ialah apa yang dikatakan oleh 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu Ta'ala 'anhu.

"Barangsiapa yang ingin mengetahui sedalam apa cintanya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'ala, maka tanya kepada dirinya; seperti apa ia memperlakukan Al Qurānul Karīm."
* Seperti apa ketertarikannya dengan Al Qur’anul Karīm ?
* Sebanyak apa ayat yang ia baca?
* Dan seberapa besar animonya dalam mempelajari tafsir dari ayat-ayat tersebut?

Dan begitu juga:
"Barangsiapa ingin mengetahui sedalam apa cintanya kepada Rasulullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka coba tanya dirinya; sedalam apa ambisinya utuk mempelajari hadits-hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam."
* Semenarik apa hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam itu di matanya ?

Mari sejenak tanyakan kembali ke diri kita masing-masing dan jawab dengan sejujurnya.
Sudahkah sikap kita selama ini membuktikan klaim cinta kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'ālā dan Rasul-Nya ?
Semoga Kita Masih ada Waktu untuk Memperbaiki Pembuktian Klaim Kita


Khutbah Jum'at Tentang Kelahiran Sang Pembawa Rahmat (Maulid Nabi)



Khutbah I

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه. خَيْرَ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ. أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَـمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada hari yang mulia ini, khatib menyeru kepada jamaah sekalian untuk senantiasa menjaga dan meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah dengan semaksimal mungkin, yakni takwa dalam artian menjauhi segala larangan yang ditetapkan Allah subhanahu wa ta’ala dan menjalankan perintah-Nya. Karena dengan takwa, kita akan diberi solusi oleh Allah di setiap problematika hidup yang kita alami, juga akan ada rezeki melimpah yang datang kepada kita tanpa kita sangka-sangka.

Bulan ini adalah bulan Rabiul Awal, bulan mulia di mana penutup para nabi dan rasul dilahirkan ke dunia ini. Ya, beliaulah Baginda Besar Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam. Nabi akhir zaman, tidak ada lagi nabi-nabi setelahnya.

Jamaah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Di bulan Maulid ini, seyogianya bagi kita untuk banyak-banyak bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena telah mengutus seorang nabi yang menjadi suri teladan yang mulia. Nabi diutus ke muka bumi ini tak lain adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surah al-Anbiya ayat 107:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."

Imam al-Baidhawi dalam kitab tafsirnya menyebutkan sebab disebutnya pengutusan Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam sebagai rahmat dan kasih sayang bagi seluruh alam ialah karena diutusnya Nabi ke seluruh dunia di muka bumi ini menjadi sumber kebahagiaan dan kebaikan bagi kehidupan mereka di dunia maupun di akhirat kelak.

Baca Juga : Kajian Islam Tentang sedekah

Imam Ibnu ‘Abbas menyebutkan dalam tafsirnya, siapa yang menerima ajaran kasih sayang yang dibawa Nabi dan mensyukurinya, maka ia akan bahagia hidupnya. Sebaliknya, siapa yang menolak dan menentangnya, maka merugilah hidupnya.

Kasih sayang yang ditebarkan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bukanlah hanya ucapan semata, akan tetapi dalam hidup keseharian beliau praktikkan dan implementasikan dengan nyata. Kasih sayang ini bentuknya universal kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Bahkan kepada orang musyrik pun Nabi Saw berlaku santun dan mengasihi.

Tidakkah kita mengingat bagaimana dahulu Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam ketika hijrah ke Thaif untuk menghindari permusuhan dari kaumnya, namun ternyata di sana malah mendapat perlakuan yang kasar dan permusuhan yang lebih parah hingga Nabi dilempari batu.

Kala itu, malaikat penjaga gunung menawarkan kepada Nabi, apabila dibolehkan maka ia akan membenturkan kedua gunung di antara kota Thaif, sehingga orang yang tinggal di sana akan wafat semua. Namun apa sikap Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam? Nabi berucap andai mereka saat ini tidak menerima Islam, semoga anak cucu mereka adalah orang yang menyembah-Mu ya Allah! Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak tahu...

Dikisahkan juga dalam hadis riwayat Shahīh Muslim, pada suatu hari, datang seorang sahabat berkata kepada Nabi, “Wahai Nabi! Doakanlah keburukan atau laknat bagi orang-orang musyrik. Kemudian Nabi menjawab, “Sungguh, aku tidaklah diutus sebagai seorang pelaknat, akan tetapi aku diutus sebagai rahmat!”

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Di antara sifat mulia Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam yang perlu kita teladani juga adalah sifat pemaafnya. Ingatlah kisah ketika Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam perang Uhud bersama kaum Muslimin, kala itu pamannya, Hamzah bin Abdul Muthallib ikut berperang. Di tengah peperangan, pamannya terbunuh oleh Wahsyi, seorang budak berkulit hitam. Wahsyi tidak hanya membunuhnya dengan menghunuskan pedang begitu saja dan selesai, namun ia mencabik-cabik isi perutnya juga.

Hal ini membuat Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sangat sedih, sakit hati dan marah. Bayangkan! Paman yang begitu dicintainya wafat dengan cara mengenaskan seperti itu. Akan tetapi, ketika Wahsyi menyatakan diri di hadapan Nabi untuk masuk Islam, Nabi pun memaafkannya, meski beliau tidak mau melihat wajah Wahsyi lagi sebab akan terus mengingatkannya kepada peristiwa terbunuhnya pamannya.

Baca Juga : Menjaga Hidayah

Jamaah salat Jumat yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Mengenai sifat memaafkan, sungguh Allah telah berfirman dalam surat Al-A’raf Ayat 199:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.”

Apabila kita menjadi pribadi yang memiliki sifat pemaaf, maka dapat kita rasakan lingkungan sosial di tengah-tengah masyarakat menjadi damai, tidak ada dendam yang terjadi di antara manusia. Itulah kasih sayang yang dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam.

Semoga di bulan Maulid ini kita dapat meneladani sifat dan akhlak mulia Rasulullah, yang mana dalam mencontoh dan menerapkan akhlaknya terdapat kemaslahatan yang akan kita dapatkan, baik di dunia maupun di akhirat.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَ الْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ

أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. 

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ

اللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ


Kajian Islam Tentang Kejujuran & Hubungan dengan Keluarga


Kajian Tentang Kejujuran

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)." Surah At-Taubah: 119

Bersikap jujur merupakan sikap terpuji. Jujur dalam perkataan, jujur dalam perbuatan dan jujur dengan keadaan.

Saat sikap jujur telah musnah pada diri seorang hamba, maka kedustaan demi kedustaan akan diproduksi dengan tanpa merasa bersalah.

Kebohongan akan ditutupi dengan kebohongan berikutnya. Hingga dilekatkan pada diri hamba tersebut lencana kebohongan. Ia pun populer di tengah masyarakat sebagai pembohong.

Tinggal, menunggu balasan dari Allah Ta'ala akibat dari sikap bohong yang dilakukannya. Yaitu, sikap bohong yang tidak pernah disudahi dengan rasa sesal, istighfar dan taubat kepada Allah Subhanahu.

Sikap jujur menjadikan seorang hamba berderajat luhur. Biidznillah.

Semoga Allah Senantiasa Memberi Taufiq dan Menjaga Kita dari Beragam Kejelekan.

Kajian Tentang Bagaimana Seharusnya Seorang Muslim di Tengah-tengah Keluarga

Saudaraku rahimakumullaah, engkau belumlah menjadi yang terbaik walau hubunganmu dengan Allah telah baik, sampai engkau berlaku baik kepada manusia, terutama kepada keluargamu.

Dan sungguh aneh tapi nyata, ada orang yang begitu baik kepada tetangganya, teman kantornya dan pelanggannya, tapi tidak terlalu baik kepada keluarganya sendiri, padahal keluarganya yang lebih berhak terhadapnya daripada orang lain.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku yang paling baik terhadap keluargaku.” [HR. At-Tirmidzi dari Aisyah radhiyallahu’anha, Ash-Shahihah: 285]

Seorang ulama terkenal rahimahullah berkata:

“Sepatutnya bagi seseorang untuk keluarganya menjadi:

  • Sebaik-baik teman.
  • Sebaik-baik orang yang mencintai.
  • Sebaik-baik pendidik.

Karena (dalam syari'at) keluargalah yang lebih berhak mendapatkan akhlak baikmu daripada selain mereka.” [Syarhu Riyadhis Shaalihin, 3/569]

Semoga Allah Selalu Menjaga Kerukunan & Keutuhan Keluarga Kita.


Membahas Tentang sedekah

Hal-Hal yang Menghilangkan Pahala Sedekah

Beberapa ayat Al-Quran secara terang menyebutkan bahwa ada hal-hal yang dapat membatalkan atau menghilangkan pahala sedekah. Ayat tersebut di antaranya adalah:

Allāh SWT Berfirman :

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Orang-orang yang menginfakkan harta mereka di jalan Allah, kemudian tidak mengiringi apa yang mereka infakkan itu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih. (QS Al Baqarah: 262)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُبْطِلُوْا صَدَقٰتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْاَذٰىۙ كَالَّذِيْ يُنْفِقُ مَالَهٗ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ فَمَثَلُهٗ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَاَصَابَهٗ وَابِلٌ فَتَرَكَهٗ صَلْدًا ۗ لَا يَقْدِرُوْنَ عَلٰى شَيْءٍ مِّمَّا كَسَبُوْا ۗ وَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْكٰفِرِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jangan membatalkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (pamer) kepada manusia, sedangkan dia tidak beriman kepada Allah dan hari Akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu licin yang di atasnya ada debu, lalu batu itu diguyur hujan lebat sehingga tinggallah (batu) itu licin kembali. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum kafir.Oleh karenanya, jika kita memberi bantuan kepada orang lain, (maka) kita lupakan (janganlah mengungkit-ungkit), karena hal itu (akan) menyakitkan hatinya.  (QS Al Baqarah: 264)

Al-Mann atau Mengungkit-ungkit

Al-Mann berasal dari bahasa Arab yang berarti membangkit-bangkitkan. Dalam bersedekah, apabila seseorang terus mengungkit dan menyebut-nyebut perbuatan sedekahnya di hadapan orang lain, maka pahalanya bisa menghilang sama sekali. Hal ini karena orang tersebut ingin orang lain mengetahui perbuatan sedekah yang dilakukannya.

Jika kita mengungkit-ungkit, (maka) amalan sedekah kita akan hilang, bahkan diancam dengan adzab yang pedih.

Dalam hadits Rasūlullāh SAW mengatakan:

"Tiga golongan yang Allah tidak akan berbicara dengan mereka pada hari kiamat dan tidak akan melihatnya pada hari kiamat, dan bagi mereka adzab yang pedih."

Diantaranya adalah Al Mann, yaitu orang yang suka mengungkit-ungkit amalan sedekah yang dia berikan.

Sungguh sakit hati Si Miskin ketika kita mengungkit-ungkit dengan mengatakan:

"Bukankah saya pernah membantu engkau?"

"Bukankah saya pernah meringankan bebanmu?"

"Bukankah saya pernah melunaskan hutangmu?"

"Bukankah saya pernah membantumu?"

Ini menggugurkan amalan kita.

Al-adhâ atau Menyakiti

Al-adhâ berarti ‘menyakiti’. Menyakiti hati orang yang diberi sedekah adalah hal yang tidak disenangi oleh Allah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah 262 dan 264. Untuk itu, apabila seseorang dengan sengaja menyakiti hati orang yang menerima sedekahnya dengan ucapan maupun perbuatan, maka sedekah yang diberikannya tidak bernilai pahala.

Ria atau Menyombongkan

Riya’ atau Ria memiliki arti memperlihatkan. Perbuatan baik yang dengan sengaja diperlihatkan kepada banyak orang agar mereka mengetahuinya, tentu tidak selalu buruk. Ada beragam niat yang tersimpan di baliknya, seperti agar orang lain berbuat hal yang sama atau menyiarkan kebaikan. Namun, kata ria memiliki arti yang spesifik, yakni memperlihatkan perbuatan baik demi mendapat pujian dari orang lain.

Sum’ah atau Membesar-besarkan

Sum’ah berasal dari kata sami’a yang berarti mendengar. Secara istilah, kata sum’ah adalah berbuat amal dengan tujuan agar didengar oleh orang lain hingga sang pengamal mendapat pujian dan menjadi tenar. Selain itu, sum’ah juga bisa berarti menceritakan dan membesar-besarkan amalan yang pernah dilakukan kepada orang lain agar dirinya mendapat perhatian dan dianggap sebagai orang yang istimewa.

Ujub/Takabur atau Menunjukkan Kelebihan

Ujub atau takabur merupakan sikap menunjukkan kelebihan dan kehebatan yang ada pada diri seseorang. Hal ini dilakukan agar seseorang memperoleh pujian dari orang lain. Selain itu, ujub dan takabur juga dapat berarti orang yang menyombongkan kelebihan dan keunikan yang ada pada dirinya, menganggap dirinya paling hebat, tidak ada yang dapat menyaingi kehebatan dan kelebihannya, serta menganggap orang lain lebih rendah atau lebih hina kedudukannya.

Kelima hal di atas disebutkan oleh Allah sebagai perbuatan yang dapat membatalkan, merusak, atau menghilangkan amal sedekah. Siapa pun orang yang bersedekah dan menyertai sedekahnya dengan kelima hal di atas, maka ia tidak akan memperoleh sedikit pun pahala dari amalan sedekah itu.

Maka, jadilah kita seorang yang tatkala berinfaq tidaklah mengharap kecuali ganjaran dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagaimana perkataan orang-orang mukminin penghuni surga

اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا

"Sesungguhnya kami memberi makan kepada kalian karena  Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kami tidak butuh dari kalian perkataan terima kasih dan balasan." (QS Al Insān: 9).

Ya Allāh, Mudahkanlah Kami untuk Beramal Ibadah dan Jagalah (Pahala) Amalan Ibadah Kami...Aamiin

Kajian Tentang Menjaga Hidayah

Allah Ta’ala yang maha sempurna rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah Al Fatihah:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Doa (dalam ayat ini) termasuk doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi manusia, oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim untuk berdoa kepada-Nya dengan doa ini di setiap rakaat dalam shalatnya, karena kebutuhannya yang sangat besar terhadap hal tersebut”.

Dalam banyak hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkan kepada kita doa memohon hidayah kepada Allah Ta’ala. Misalnya doa yang dibaca dalam qunut shalat witir:

اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْت

“Ya Allah, berikanlah hidayah kepadaku di dalam golongan orang-orang yang Engkau berikan hidayah”

Juga doa beliau Shallallahu’alaihi Wasallam:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى، وَالْعِفَّةَ وَالْغِنَى

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri (dari segala keburukan) dan kekayaan hati (selalu merasa cukup dengan pemberian-Mu)”

Saudaraku...

Salah satu tanda seorang hamba mendapat hidayah dari Allah SWT adalah perilakunya berubah menjadi lebih baik dari waktu-waktu sebelumnya. Dari yang tadinya enggan mengerjakan shalat fardu, kini menjadi rajin menunaikan ibadah tersebut secara berjamaah di masjid. Dari yang tadinya malas membaca Alquran, kini menjadi rutin membaca kitab suci setiap hari.

Baca Juga : Khutbah Jum'at : Kelahiran Sang Pembawa Rahmat (Maulid Nabi)

Namun demikian,  sebagai manusia kita tidak boleh merasa cepat puas dengan amalan-amalan baik yang kita kerjakan. Mengapa demikian? Sebab, setan tidak akan pernah putus asa untuk menyesatkan manusia. Bukan berarti orang yang sudah rajin datang ke masjid, setan akan berhenti  menggoda. Tapi malah setan yang akan menggodanya lebih hebat lagi dari setan-setan sebelumnya.

Cara setan  menggoda orang-orang yang rajin beribadah adalah dengan menghadirkan rasa ujub, sombong, atau riya di dalam hati mereka. Tidak hanya itu, setan juga akan membujuk manusia untuk mela kukan dosa-dosa yang acap kali tidak mereka sadari seperti gibah (bergunjing).

Tidak sedikit orang yang rajin datang ke masjid, tapi masih suka gibah.

Allah SWT bisa saja membolak-balikkan hati manusia se waktu-waktu. Oleh karena itu, kata dia, seorang Muslim tidak boleh berhenti berdoa meminta hidayah kepada Allah agar senantiasa terhindar dari dosa dan segala bentuk kesesatan.

Dalam satu hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya hati semua manusia itu berada di antara dua jari dari sekian jari Allah Yang Maha Pemurah. Allah akan membolak-balikkan hati manusia menurut kehendak-Nya.” Setelah itu, Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu!” (HR Muslim No 4798).

Tergelincirnya seseorang ke dalam dosa setelah mendapat petunjuk dari Allah bukan suatu hal yang mustahil terjadi. Dalam Alquran surah al-A’raf ayat 175- 177, Allah SWT mengisahkan, ada orang yang telah diberikan-Nya petunjuk tentang agama, tapi orang itu diikuti oleh setan hingga ia pun tersesat.

Baca Juga : Kajian Jagalah Dirimu & Keluargamu dari Api Neraka

Saudaraku...

SIAPAPUN di dunia ini hanya akan menjaga dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka akan lebih habis-habisan pula dijaganya.

Ada yang sibuk menjaga hartanya karena dia menganggap hartanyalah yang paling bernilai. Ada yang sibuk menjaga wajahnya agar awet muda, karena awet muda itulah yang dianggapnya paling bernilai. Ada juga yang mati-matian menjaga kedudukan dan jabatannya, karena kedudukan dan jabatan itulah yang dianggap membuatnya berharga.

Tapi ada pula orang yang mati-matian menjaga hidayah dan taufik dari-Nya karena dia yakin bahwa hidup tidak akan selamat mencapai akhirat kecuali dengan hidayah dan taufik dari Allah yang Maha Agung. Inilah sebenarnya harta benda paling mahal yang perlu kita jaga mati-matian. Betapa nikmat iman yang bersemayam di dalam kalbu melampaui apapun yang bernilai di dunia ini.

Saudaraku...

Karenanya, sudah sepantasnya dalam mencari apapun di dunia ini, kita tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah itu tidak hilang. Misal, ketika mencari uang untuk nafkah keluarga, kita sibuk dengan berkuah peluh bermandi keringat mencarinya, tapi tetap berupaya dengan sekuat tenaga agar dalam mencari uang ini hidayah sebagai sebuah barang berharga tidak hilang dan taufik tidak sampai sirna.

Semoga Hidayah & Petunjuk Allah Senantiasa Hadir pada Kita


Muhasabah Kajian Akhir Pekan

YASPIKARLA-Ada Ungkapan “Buat Apa Rajin Ibadah dan Rajin  Ngaji, Kalau Hidup Kita Miskin”

Pak Ustadz! Buat apa rajin ibadah dan pandai ngaji, kalau hidup miskin...?

Sebagian orang berpikir, seperti di atas, karenanya ia berusaha sekuat tenaga menjadi orang kaya dan berkuasa, bahkan paling kaya dan paling berkuasa, agar dapat hidup layak dan bahagia.

Sah-sah saja sih, berpikir demikian, karena itu adalah pilihan Kita.

Namun perlu Kita bertanya kepada Diri Kita: manakah yang lebih Kita dahulukan, membeli bunga-bunga indah yang harum semerbak atau memiliki rumah, tempat yang kelak akan Kita hiasi dengan bunga ?

Kemakmuran dan kesejahteraan dunia sejatinya bagaikan bunga-bunga yang tentu saja menjadikan rumah Kita menjadi indah dan semerbak harum.

Namun apalah artinya memiliki bunga yang indah dan harum semerbak bila ternyata Kita hidup di kolong jembatan, beralaskan bumi dan beratapkan langit, bersandingkan sampah yang menebar aroma busuk dan menjijikkan ?

Baca Juga : Menjaga Hidayah

Apalah artinya Kita mengenakan baju mewah, menyantap hidangan lezat, menghuni rumah megah, menduduki jabatan tinggi, kalau ternyata jiwa Kita gersang jauh dari ketenangan dan kedamaian hidup?

Mana mungkin Kita bisa tenang dan damai, kalau ternyata Kita selalu dirundung kekawatiran kekayaan Kita akan habis atau direnggut orang, atau jabatan Kita direbut orang ?

Mungkinkah Kita merasakan kedamaian hidup, bila jiwa Kita dipenuhi oleh rasa hasad, iri dan dengki ?

Akankah Kita merasakan ketenangan bila ternyata jiwa Kita dipenuhi oleh keserakahan sehingga selalu merasa kurang dan kecewa atas apa yang Kita dapatkan ?

Sobat, sepatutnya sebelum Kita membeli bunga Kita membangun rumah, sebagaimana sebelum Kita menghiasi raga Kita, dengan baju bagus, rumah megah, kendaran mewah, terlebih dahulu kondisikan jiwa Kita dengan iman dan takwa. Hanya dengan keduanya Kita dapat menikmati semua harta dan jabatan yang Kita dapatkan.

Sebelum Kita mengumpulkan harta dan menduduki jabatan, persiapkan rasa syukur dalam diri Kita, sehingga Kita dapat berbahagia atas apapun yang Kita dapatkan. Allah Ta’ala berfirman:

Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaha 123-124)

Selamat menemukan kehidupan bahagia.

Semoga Allah Selalu Memberikan Keberkahan dalam Kehidupan Diri Kita & Keluarga

 

Selasa, 03 Oktober 2023

Kegiatan dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-78

YASPIKARLA Merilis kegiatan Santri Raudatul Athfal Islam Kaffah Ijobalit.

Santri RA Islam Kaffah Ijobalit sangat ceria dalam mengikuti berbagai kegiatan dalam rangka memeriahkan HUT RI ke-78 di Kelurahan Ijobalit. Kegiatan yang diikuti tersebut memberikan semangat untuk membangun jiwa patriotismenya, sehingga nanti dikemudian hari mereka sadar akan pentingnya dalam perjuangan.

Maksud dan tujuan Memeriahkan Kemerdekaan HUT RI ke 78 Tahun, Memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berperan aktif dalam rangka turut melestarikan budaya Bangsa dan Memotivasi regenerasi dalam mempertahankan dan mengembangkan seni budaya Bangsa secara kreatif khususnya dikelurahan Ijobalit.

Adapun jenis kegiatan yang diikuti santri RA Islam Kaffah Ijobalit diantanya:

  1. Lomba Mewarnai
  2. Pawai
Dokumentasi Kegiatan HUT RI ke-78

Kegiatan yang diikuti sebagai bentuk kecintaan terhadap NKRI tentang kemerdekaan. Kita berharap para generasi kita menjadi generasi yang tetap teguh dan pantang mundur dalam perjuang untuk mendapatkan kemerdekaan yang hakiki.
Demikian sekilas semarak HUT RI ke-78. terimakasih