YASPIKARLA.-Rasulullah SAW dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awal, karena itulah sebagai Nabi dan Rasul terakhir, momen kelahiran Rasulullah memiliki keistimewaan tersendiri bagi umat Islam di seluruh dunia.
Salah satu peringatan yang selalu dirayakan adalah Maulid Nabi. Momen ini juga menjadi salah satu wujud rasa syukur umat muslim atas kehadiran Rasulullah sebagai Rahmatan Lil 'Alamin.
Perayaan atau peringatan hari kelahiran Nabi SAW ini, sudah menjadi tradisi yang mengakar di Indonesia khususnya kaum muslimin. Tidak ada larangan ataupun dalil menyelenggarakan jadi bisa dilakukan namun hukumnya tidaklah wajib.
Lebih lanjut mengenai hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW akan dijelaskan berdasarkan para ulama hadits, berikut informasinya.
Dalil yang Membolehkan untuk Memperingati Maulid Nabi
Mengenai dalil, Ustadz Abdul Somad menjelaskan terdapat dalil yang menceritakan tentang maulid Nabi diperingati setiap tahunnya, ia menyampaikan dalam ceramahnya
"Si kafir Abu Lahab yang telah jelas dicela Allah Ta'ala kekal selamanya di dalam neraka, menurut riwayat dia diringankan siksanya setiap hari Senin, diringankan adzabnya karena senang menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW."
BACA JUGA : Wakaf Tunai Pengadaan Lahan Yayasan Pesantren Islam Kaffah Rohmatan Lil 'Alamin (YASPIKARLA)
Bagaimana dengan kaum muslimin yang sepanjang umurnya yang senang menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW dan mati dalam keadaan bertauhid? Maka Allah akan melimpahkan pahala dan keberkahan.
Pernyataan Ustadz Abdul Somad itu sesuai dengan Syamsuddin Muhammad bin Nashir-semoga Allah merahmatinya-mengatakan, "Kalau demikian besar rahmat Allah terhadap orang kafir yang kelak kekal di neraka bahkan diabadikan dalam sebuah surat di Al-Quran dengan datangnya keringanan siksa kubur setiap hari Senin karena gembira menyambut kelahiran Rasulullah, apalagi karunia Allah terhadap orang beriman yang seumur hidupnya gembira atas kelahiran Rasulullah SAW dan mati dalam keadaan iman."
BACA JUGA : Muhasabah Akhir Pekan
Dalam keterangan berikutnya mengenai dalil, UAS juga menjelaskan hadist untuk mengingatkan kaum muslim tentang hari-hari Allah, artinya ingatkan nikmat sehat, nikmat anak, nikmat makan, nikmat iman dan Islam.
"Nikmat terbesar adalah iman dan Islam, betul, umat Islam tahu iman dan Islam karena kehadiran Nabi Muhammad SAW, maka kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah nikmat terbesar," terangnya.
Peringatan maulid Nabi boleh dilakukan disertai syarat yakni ada pembacaan Al Qur'an. Perayaan maulid sendiri telah dibolehkan oleh para ulama ahli sunnah wal jamaah. Karena dengan adanya peringatan maulid Nabi, dapat mengenalkan dan mengingatkan akan hari kelahiran Rasulullah SAW.
Hukum Memperingati Maulid Nabi Menurut Hadis
Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hukum merayakan Maulid Nabi adalah bid'ah hasanah yakni boleh dilakukan, karena memiliki nilai kebaikan. Maksud bid'ah Hasanah yaitu sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya, tapi kegiatan yang dilakukan memiliki nilai kebaikan serta tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Di momen mengungkapkan rasa syukur Maulid Nabi, biasanya umat Islam merayakan dengan melakukan berbagai hal untuk mengenang Rasullah dan mendekatkan diri kepada Allah, di antaranya yaitu:
- Mengadakan majelis taklim
- Membaca shalawat
- Bersedekah
- Berbagi makanan
- Memperbanyak ibadah
- Membaca Al-Qur'an
Syeikh Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi lil Fatawa Syeikh Jalaluddin As-Suyuthi, pernah mengatakan terkait hukum perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, sebagaimana berikut:
"Menurut saya, hukum pelaksanaan Maulid Nabi, yang mana pada hari itu masyarakat berkumpul, membaca Al-Qur'an, membaca kisah Nabi SAW pada permulaan perintah Nabi SAW, serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid'ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya, karena bertujuan untuk mengangungkan Nabi SAW serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahiran Beliau."
BACA JUGA : Pengukuran Lahan Yayasan Pesantren Islam Kaffah Rohmatan Lil 'Alamin (YASPIKARLA)
Selain itu, tidak ada juga dalil-dalil yang mengharamkan peringatan maulid Nabi Muhammad. Pasalnya, para ulama sepakat bahwa kegiatan di dalam Maulid Nabi tidak mengandung satu kemungkaran apa pun.
Artinya, jika dalam pelaksanaan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak mengandung maksiat, maka perayaan ini bukan dikategorikan sebagai bid'ah (bid'ah yang tercela).
Namun, bila dalam pelaksanaan Maulid Nabi terdapat kegiatan yang diharamkan dan bertentangan dengan agama, seperti perbuatan syirik dan maksiat, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai bid'ah yang buruk.
Berikut hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW menurut ulama hadits:
Peringatan maulid baru diadakan mulai abad 3 Hijriyah. Karenanya dilihat dari keasliannya, maulid yang diperingati hingga hari ini jelas termasuk kategori bid'ah, sebuah upacara agama yang tidak diamalkan di masa Rasulullah SAW. Hal ini jelas disebutkan oleh Syekh Abu Syamah, salah seorang guru Imam An-Nawawi yang kami kutip berikut ini.
"Imam Abu Syamah - salah seorang guru Imam An-Nawawi-mengatakan, salah satu amaliyah bid'ah terbaik di zaman kita sekarang adalah peringatan yang diadakan setiap tahun pada hari bertepatan dengan hari kelahiran Rasulullah SAW yang diisi dengan sedekah, kebaikan, dan ekspresi keindahan serta kebahagiaan. Semua itu yang juga dibarengi dengan santunan kepada orang-orang fakir menunjukkan bentuk cinta dan takzim kepada Rasulullah SAW di batin mereka yang mengamalkannya. Semua praktik itu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas nikmat-Nya, yakni menciptakan Rasulullah SAW yang diutus membawa rahmat bagi segenap penghuni alam semesta."
Syekh Abu Syamah juga sepakat dengan penjelasan MUI, dalam memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi diwujudkan dengan cara bersedekah, silaturahmi, zikir dan lainnya.
Di sisi lain, seorang ulama hadits terkemuka Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menelusuri dasar hukum peringatan maulid yang ditemukannya berasal dari hadits riwayat Bukhari Muslim perihal puasa Asyura yang dilakukan umat Yahudi di Madinah sebagai peringatan atas runtuhnya kejayaan Fir'aun dan selematnya Nabi Musa AS. Berikut ini penjelasan Syekh Ibnu Hajar Al- Asqalani.
"Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani melacak dasar hukum (istinbathul ahkam) peringatan maulid nabi (muludan) pada sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Riwayat itu menyebutkan ketika tiba di Kota Madinah Rasulullah SAW mendapati orang-orang Yahudi setempat berpuasa di hari Asyura. Rasulullah SAW bertanya kepada mereka terkait peristiwa yang terjadi pada hari Asyura. 'Asyura adalah hari di mana Allah menenggelamkan Fir'aun dan menyelamatkan Nabi Musa AS. Kami berpuasa hari Asyura ini sebagai rasa syukur,' jawab mereka. 'Kalau begitu kami lebih layak bersyukur atas kemenangan Nabi Musa AS dibanding kalian,'" kata Rasulullah SAW.
BACA JUGA : Formulir Wakaf Pembebasan Tanah Yayasan Pesantren Islam Kaffah Rohmatan Lil 'Alamin (YASPIKARLA)
Itulah hukum memperingati Maulid Nabi berdasarkan hadist-hadist yang dikemukakan oleh para ulama.
Ustaz yang Membolehkan Memperingati Maulid Nabi
Pendakwah kondang Ustad Abdul Somad atau biasa disapa UAS merupakan salah satu ulama yang menganggap perayaan maulid merupakan sesuatu yang boleh dilakukan. Hal tersebut pernah disampaikan dalam salah satu ceramahnya.
UAS menjelaskan bahwa hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw boleh dilakukan, hal itu berdasarkan hadis yang pernah dibacanya. UAS mengaku, ada sekitar 300.000 hadis yang ditemukan yang menyebut tentang bolehnya memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW. "Positifnya peringatan Maulid Nabi karena adanya silaturrahmi satu sama lain. Bukan setahun sekali, melainkan setiap minggu di hari Senin," ujar UAS dalam salah satu ceramahnya.
Menurut penjelasan yang disampaikan UAS dalam ceramah tersebut, Rasulullah Saw sendiri juga ikut merayakan momen hari lahirnya. Adapun cara yang dipilih oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan cara berpuasa.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan hukum mengenai perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam.
Ustadz Adi Hidayat juga mengingatkan bahwa perbedaan pandangan mengenai perayaan Maulid Nabi SAW yang sering diadakan di Indonesia setiap tahun sebaiknya tidak perlu menjadi subjek perdebatan yang berlarut-larut.
Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan beberapa amalan yang dapat dilakukan selama bulan Rabiul Awal. Seperti yang kita ketahui, bulan Rabiul Awal adalah bulan ketiga dalam kalender Islam dan juga bulan di mana Nabi Muhammad SAW dilahirkan ke dunia.
Ustadz Adi Hidayat menggarisbawahi bahwa poin penting bagi umat Islam adalah merayakan dengan senang dan berbahagia dalam menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, kaum Muslim seharusnya mencari jalan tengah yang terbaik untuk kemudian dijadikan praktek dalam kehidupan sehari-hari mereka. Merasa gembira atas kelahiran dan kehadiran Nabi Muhammad SAW adalah hal yang seharusnya, karena menolak atau tidak mengakui kehadiran Nabi SAW dianggap sebagai perbuatan kufur.
Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan bahwa istilah "maulid" merujuk pada saat Nabi Muhammad SAW dilahirkan, sehingga "maulud" merujuk pada bayi yang baru lahir, yaitu Nabi SAW saat itu. Hal tersebut disampaikan Ustadz Adi Hidayat dalam suatu ceramah yang videonya diunggah oleh kanal Youtube Ceramah Pendek. "Jadi secara bahasa, mustahil kita menolak maulid dan maulud, kita mengakui adanya maulid dan maulud, bagaimana menyikapinya? Kita Berbahagia dengan itu semua dan menghadirkan tuntunan Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari sesuai syariat Islam," terang Ustadz Adi Hidayat.
Budaya dapat bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Jika suatu budaya atau tradisi dapat membantu seseorang mendekatkan diri pada Al-Quran dan Sunnah, maka budaya tersebut dapat dianggap sesuai dan bermanfaat untuk diadopsi.
BACA JUGA : Brosur Lelang Wakaf YASPIKARLA
Pernyataan tersebut mencerminkan prinsip umum bahwa tindakan atau perangkat yang mengarah pada kebaikan dan manfaat adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan atau diikuti. "Microphone tidak ada di zaman Nabi SAW, apakah ini haram? Tidak. Karena mic ini mendekatkan kita untuk mendengar kalimat-kalimat adzan dan kebaikan," jelas Ustadz Adi Hidayat.
Namun, penting untuk tetap waspada dan menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam budaya-budaya yang mungkin mencampuradukkan dengan prinsip-prinsip agama dan akhirnya mengalihkan kita dari ketentuan yang benar. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa perayaan maulid Nabi SAW adalah bid'ah adalah suatu pandangan yang keliru.
Ustadz Adi Hidayat, mengutip dari kitab yang ditulis oleh pendiri Nahdatul Ulama (NU), menjelaskan bahwa yang disebut sebagai bid'ah adalah perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkan seseorang pada perilaku menyimpang hingga mencapai titik di mana mereka mengaku sebagai Allah.
Bid'ah selanjutnya adalah ketika seseorang yang aktif dalam berdzikir merasa memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Allah, hingga akhirnya mereka menganggap bahwa perintah dan larangan-Nya tidak berlaku bagi mereka. "Maka jika ditemukan ahli dzikir tapi tidak sholat, itu adalah orang yang sesat, jangan diiikuti," tegas Ustadz Adi Hidayat.
Jika suatu budaya, seperti kegiatan nasyid dan perayaan maulid Nabi Muhammad SAW, mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan mempromosikan kebajikan, maka sah-sah saja untuk dilaksanakan. "Hati-hati dengan kata bid'ah yang benar-benar tertolak, kita tolak, yang benar kita ambil dan acuan kita tetap Alquran dan sunnah Nabi Muhammad SAW," demikian Ustadz Adi Hidayat.
- insertlive. 2023. Diakses pada 1 Oktober 2023
- bengkuluekspress. 2023. Diakses 1 Oktober 2023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar